Skip to main content

Hati-hati dengan kata "Halah" dan "Sek"


Proses penyelesaian tugas akhir beserta pernak perniknya di semester 8 ini membuat saya sadar dengan bahayanya kata-kata bahasa jawa "Halah" dan "Sek" (dalam Bahasa Indonesia diartikan "Kan Masih" atau "Nanti Saja" ). Biasanya kata-kata tersebut kita gunakan utuk menjawab pertayaan lawan bicara kita ketika kita diajak untuk mengerjakan sesuatu, misalnya seperti dialog berikut:
Lawan Bicara: Ayo Sholat Rek, Wes Adzan KaeLo (Ayo Sholat, sudah adzan itu lho !)
Kita: Halah sek gurung komat, sholat engko ae (Kan masih belum Iqomah, sholat nanti saja !)

atau dialog ini:
Lawan Bicara: Ayo sinau bareng, sesok enek kuis lho (Ayo Belajar bersama, besok kan ada kuis !)
Kita: Halah bengi sek dowo, Engko wae sinaune (Kan malam masih panjang, nanti saja belajarnya!)

intinya kata "Halah" dan "Sek"itu digunakan karena kita ingin menunda untuk melakukan sesuatu. Nah pada entri ini saya ceritakan pengalaman saya karena sering menggunakan kata-kata tersebut.
Awal cerita dimulai sejak satu tahun yang lalu, tepatnya saat semester tujuh ketika mengambil mata kuliah yang nantinya berhubungan dengan tugas akhir yaitu MK Metodologi Penelitian. Mata kuliah tersebut diampu oleh dua dosen yaitu Pak M. Nur Cahyadi, Ph.D dan Yanto Budisusanto, M. Eng. Sebelum masuk pada inti pembahasan " Hati-hati dengan kata "Halah" dan "Sek" ", saya akan menceritakan keunikan dua dosen MK tersebut diatas, Pertama Pak M. Nur Cahyadi, Ph.D, dosen yang satu ini cukup perhatian degan mahasiswanya setiap selesai ngajar pasti ditanyain siapa yang sudah lulus toefl, siapa yang belum lulus toefl, ide penelitian tugas akhirnya apa dll, sampai-sampai kita disuruh merangkum dan menjelaskan kembali jurrnal-jurnal internasional. Kedua adalah Pak Yanto Budisusanto, M. Eng, dosen yang satu ini saya akui sebagai dosen paling kreatif dan sistematis yang ada di Jurusan saya, setiap ngajar pasti materinya disampaikan dalam presentasi yang super menarik dan kreatif, ditambah lagi tugas-tugas beliau selalu dikonsep dengan format-format yang super sistematis. 

Nah.. sekarang masuk pada inti ceritanya, ceritanya pas Pak Nur tanya, "Segera tes toefl ya, itu syarat agar bisa lulus dan diwisuda lho ya, awas Toefl bisa jadi Bom Waktu ketika Sidang akhir nanti", dalam hati saya malah menjawab, "Halah TA kan Sek Semester mben," (kan TA masih semester depan), alhasil saya baru mencoba tes pertama kali (selain tes saat Mahasiswa Baru) akhir tahun menjelang pengumpulan proposal topik tugas akhir (karena memang sertifikat toefl menjadi syarat pengumpulan proposal). Tes tersebut menghasilkan nilai 433, akhirnya berbekal sertifikan tersebut saya mendaftar sidang proposal dengan pembimbing saya Pak Ir. Yuwono, MT. Jadwal sidang proposalpun akhirnya keluar dengan penguji Pak M Nur Cahyadi, Ph.D., Pak Khomsin, MT., bersama pembimbing Ir. Yuwono,MT. Yang unik ternyata Pak Khomsin, MT., membawa daftar nilai Toefl seluruh mahasiswa T. Geomatika saat mahasiswa baru, melihat nilai saya terbaru yaitu 433 terjadilah dialog sebagai berikut:
Pak Yuwono: (membuka sidang dan kemudian menyebutkan nilai toefl terbaru saya yaitu 433)
Pak Khomsin: "ini nilai kamu saat mahasiswa baru 450 lho, brarti selama berkuliah 4 tahun kemampuan Bahasa Inggrismu  menurun ya !", tiba-tiba Pak Nur Nyeletuk
Pak Nur: "bukan turun pak, tapi kemampuan Bahasa Indonesia nya meningkat pak"
hehe... saya tertawa bersama para dosen penguji, saya jadi teringat apa yang dipesankan Dosen wali saya Prof. Bangun  agar Les Toefl dan segera tes toefl sejak dahulu dan perkataan Pak M Nur Cahyadi di kelas Metodelogi Penelitia, "Bom Waktu.

Perlahan tapi pasti proses pengerjaan penelitian tugas akhir terus berlanjut,setelah sidang proposal pada bulan Desember 2015,dan persiapan Januari-Maret 2016, pada April 2016 saya mengambil data penelitian di Cilacap selama hampir 20 hari. Pada Selasa, 17 Mei 2016 saya melakukan seminar hasil sementara penelitian tugas akhir, seminarnya sih... cukup memuaskan tapi dalam berita acara saya tertulis "TOEFL 433". kejadian unik tidak hanya berhenti disitu, saya  melakukan tes toefl lagi Sampai 3 x, medapat nilai yang sama persis yaitu "433", bayangkan berapa biaya yang sudah saya tabung di UPT Bahasa jika setiap Tes memerluka biaya Rp 50.000,- (untuk mahasiswa ITS)  :(.


waktu menuju jadwal pelaksanaan sidang akhir terus berkurang, karena saran teman-teman akhirnya saya mendaftar program belajar mandiri di UPT Bahasa ITS yaitu program SAR (Self Access Room). Pendaftarannya Rp 30.000,- (untuk mahasiswa ITS), Kita sudah bisa menggunakan ruang SAR selama 6 bulan. Ruang SAR memiliki fasilitas audio visual dan text untuk belajar intensif TEFL, terdapat sekitar 20 tipe Soal yang dapat kita coba kerjakan. Jawaban kita selanjutnya dikoreksi secara mandiri dengan kunci jawaban kemudian kita bisa menghitung score tes toefl kita, selanjutnya track record kita disimpan oleh petugas SAR (Pak Azam Bey dkk), untuk selanjutnya dapat sangat memabantu kita dalam Tes Toefl, sehingga saya sarankan untuk seluruh Mahasiswa ITS segera daftarkan diri anda di SAR, UPT Bahasa dan Budaya ITS. hehe...jadi promosi.

Setelah belajar di SAR akhirnya saya diyatakan lulus dengan nilai pas "477", Kalau kata teman saya seperjuangan (pejuang toefl), nilai 477 itu dalam bahasa jawa "Papat Pitu Pitu", Pitune, Pitulungan artinya pertolongan hehe... bener juga ya.

Pengumuman nilai tersebut tragis, kenapa saya mengatakan "tragis" karena jadwal sidang saya Tanggal 21 Juni 2016, pengumuman kelulusan TEFL baru bisa diambil Tanggal 22 Juni 2016. Alhasil saya mundur melakukan sidang akhir. :( , tidak tanggung tangung saya mundul satu bulan, tepatnya pada 20 Juli 2016 kemarin saya telah melaksanakan sidang akhir, dan alhamdulillah hasilnya "LULUS, dengan revisi". Karena kemunduran tersebut disaat teman-teman saya sudah revisi, sudah siap jurnalnya, sudah mengumpulkan syarat yudisium, saya masih memulai untuk merivisi laporan tugas akhir. tapi saya yakin Allah telah menyiapkan yang terbaik utuk saya, karena Dia yang tahu apayang saya butuhkan, bukan hanya yang saya inginkan !

Intinya jangan menunda nunda dalam melakukan sesuatu yang baik (bukan kejahatan), karena waktu itu sangat berharga, seperti arti pada Surat Al-Ashr dan pepatah arab pernah bilang "waktu itu bagaikan pedang, dapat memotong ketika kita melalaikannya". o iya tambahan ada lagu yang sesuai dengan kondisi ini yaitu lagu "Ingat lima perkara, sebelum lima perkara". Dulu saya pernah tergabung dalam grup nasyid dan menyanyikan lagu ini:


Ingat lima perkara, sebelum lima perkara
sehat, sebelum sakit
muda, sebelum tua
kaya, sebelum miskin
lapang, sebelum sempit
hidup...., sebelum MATI !

"|  Ingat Syarat Tefl bisa menjadi BOM WAKTU |"

Selamat Membaca !
(Doakan ya.. revisi saya segera selesai ) :D

Surabaya, 22 Juli 2016
Dedy Kurniawan


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Membuat Nomor Halaman Romawi dan Angka Arab dalam Satu File

A. Pendahuluan Setelah sharing cara membuat Daftar Isi dengan bantuan Microsoft Word Kemarin , Entri kali ini akan membahas cara enomoran halaman pada karya tulis. Karya tulis umumnya meminta penomoran dalam 2 jenis angka, yaitu Angka Romawi (i, ii, iii dst.) dan Angka Arab / Biasa (1, 2, 3 dst.). Namun kadang juga terdapat karya tulis yang memiliki aturan penomoran halaman yang rumit. Kita menngunakan contoh, aturan Penulisan Nomor Halaman pada Laporan Tugas Akhir di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya sebagai berikut: 1. Bagian Awal diberi halaman dengan angka Romawi dengan huruf  kecil (i, ii, iii, iv, v,... dst) diletakkan pada bagian bawah di tengah  halaman 2. Bagian Inti/Pokok atau Batang Tubuh dan Akhir diberi nomor urut  dengan angka Arab, dimulai dengan angka 1 dan dimulai dari bab  Pendahuluan sampai dengan lampiran 3. Nomor halaman ditulis diatas (header) sebelah kanan untuk  halaman gasal dan sebelah kiri untuk halaman genap, kecuali  halaman pe

Simbologi Garis Batas Administrasi

Pendahuluan Alhamdulillah Allah masih memberikan kesempatan kepada saya untuk berbagi melalu entri pada blog ini. Kronologi munculnya blog ini adalah pada suatu hari saya mendapatkan pekerjaan pembuatan peta administrasi suatu desa, nah dalam tahapterakhir penyajiannya sebelum penyetakan yaitu tahap layouting (pengaturan tata letak peta), saya mengalami kendala dalam melakukan symbologi (pembuatan simbol-simbol ) pada peta. Poin masalahnya terletak pada pembuatan simbol garis batas administrasi. Kita semua tahu dan paham bahwa garis-garis batas administrasi pada peta harus dibedakan sesuai tingkat administrasinya. Misalnya garis batas antar negara tentu berbeda dengan garis batas antar provinsi, garis batas antar provinsi tentu berbeda dengan garis batas antar kabupaten/kota begitu seterusnya sampai batas administrasi terendah (Rukun Tetangga misalnya). Salah satu aturan tertulis yang mengatur hal ini adalah Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial (PERKABIG) No 3 Tahun 201